Kehilangan hasil pada saat panen yang umumnya disertai proses perontokan terjadi karena beberapa faktor yang diantaranya adalah :
- Tidak tepatnya umur panen atau tingkat kematangan ideal bulir padi saat panen yang menyebabkan rendahnya rendemen dan meningkatnya bulir rontok saat panen.
- Masih sedikitnya penggunaan sabit bergerigi atau mesin panen sebagai alat panen sehingga meningkatkan bulir rontok saat panen.
- Masih banyaknya perontokan secara manual dimana faktor kehilangan lebih disebabkan tercecernya bulir padi. Mekanisasi proses perontokan secara signifikan mengurangi persentase kehilangan hasil.
Kehilangan lainnya terjadi pada saat pengangkutan, yaitu sekitar 1-2%. Penyebabnya selain faktor manusia juga terjadinya kebocoran pada karung. Pengujian kualitas beras pada pedagang besar saja sudah mengjhilangkan tonase beras sekitar 1/3 kg per kuintal pada saat disosok untuk “pengujian”.
Berapa kehilangan hasil padi nasional ? 20 % yang setara dengan 11 juta ton GKG atau bila menggunakan harga standar Rp. 2.000,- perkilogram nilainya setara dengan 22 milyar rupiah. Sungguh ini merupakan angka yang sangat tinggi.
Sejak 2007, pemerintah telah memprogramkan peningkatan produksi beras nasional sebesar 5% pertahun dalam rangka sawasembada beras. Target ini dapat dicapai bukan hanya karena peningkatan produktifitas lahan, akan tetapi juga harus disertai dengan pengurangan persentase kehilangan hasil panen.
Lantas apa yang sedang digalakkan oleh pemerintah untuk mendukung program tersebut ? Selain sosialisasi melalui penyuluh, pemerintah juga telah menjalankan program bantuan mekanisasi pertanian khususnya untuk tanaman pangan, terutama padi. Diantaranya adalah bantuan power tresher secara bertahap kepada kelompok tani, baik secara langsung maupun terintegrasi dalam program seperti PNPM Mandiri (PUAP).
Baca pula :
Produksi Beras Nasional Naik Lima Persen
EL NINO, ANCAMAN TERHADAP PRODUKSI PADI NASIONALProduksi Beras Nasional Sudah Mencukupi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar