Metoda SRI (System of Rice Intensification) memang sangat menganjurkan penggunaan pupuk organik sebagai langkah jangka panjang untuk memperbaiki struktur dan kesuburan tanah serta hasil yang lebih baik (terutama segi kualitas beras yang dihasilkan). Akan tetapi metoda SRI tidak harus menggunakan pupuk organik untuk dapat menghasilkan produksi yang maksimal.
Di beberapa tempat dimana diadakan petak-petak percontohan, kesalahpahaman bahwa SRI mutlak harus menggunakan pupuk organik adalah suatu kesalahan fatal dalam perkembangan aplikasi metode ini. SRI hanyalah suatu metode dimana kondisi lingkungan mikro pertanaman padi dibuat menjadi lebih optimal dengan memberikan keleluasaan tumbuh yang lebih baik, aerasi daerah perakaran yang lebih optimal, dalam lingkup irigasi menggunakan ketersediaan air yang lebih efisien sehingga ketersediaan air dapat digunakan dalam areal yang lebih luas.
Penggunaan pupuk organik yang disyaratkan pada praktek petak percontohan tanpa penjelasan yang jujur dan bijak menjadi kendala utama bagi perkembangan pelaksanaan metode SRI selama ini. Selain itu, beberapa kendala lainnya juga dijumpai di tingkat lapangan, sehingga SRI dianggap sebagai metode yang sulit dilakukan oleh petani, yaitu diantaranya adalah :
- SRI "harus" menggunakan pupuk organik dimana sampai saat ini petani belum siap memproduksi pupuk organik sendiri dan pupuk organik masih "mahal" untuk dibeli.
- Penanaman 1 (satu) bibit perlubang tanam dengan bibit yang masih muda msih merupakan praktek yang sulit dilaksanakan petani karena harius dilaksanakan secara cepat.
- Sistem pemberian air yang terputus (intermitten) di lahan beririgasi merupakan hal yang masih sulit dilaksanakan dimana pergiliran pengairan pada petak-petak tersier / sekunder dilaksanakan berdasarkan waktu hari (10 harian, 2 mingguan atau pada musim kemarau di daerah kering dilaksanakan sebulan sekali)
- Proses pengeringan lahan di lahan beririgasi yang relatif datar masih sulit dilaksanakan.
Dari beberapa kendala yang dijumpai di tingkat lapangan seperti disebutkan di atas, pengembangan metode SRI sebaiknya dilaksanakan dengan faktor pendukung berkut :
- Pada saat sosialisasi, perlu ditekankan bahwa SRI tidak harus menggunakan pupuk organik atau SRI dilaksanakan sebagai bagian dari integrated farming system (pertanian terpadu) terutama antara tanaman dan ternak (sapi atau ayam). Pada sistem pertanian terpadu, kebutuhan pupuk organik dapat dipenuhi dari limbah ternak, sedangkan kebutuhan pakan ternak dapat dipenuhi dari limbah tanaman (jerami atau sekam/dedak).
- Lebih mengutamakan pengembangan di areal dengan ketersediaan buruh tani yang cukup setiap musim tanam atau dengan penekanan sistem bertani secara berkelompok (sistem gotong royong).
- Pengembangan diutamakan pada areal dengan kemiringan yang cukup (mungkin lebih dari 3%) atau bahkan pada lahan dengan terasering agar proses pengeringan dapat dilakukan dengan baik (pada lahan dengan proses drainase / pembuangan air yang lebih baik). Selain itu, SRI nampaknya lebih cocok dikembangkan pada luas petakan yang lebih sempit (kurang dari 2000 m2) agar proses penanaman bibit da pengeringan dapat dilakukan secara cepat.
- Pelaksanaan SRI disertai dengan pengembangan budaya pembuatan saluran keliling atau cacingan pada setiap petak tersier. Sejak belasan tahun lalu, saluran cacingan ini telah disosialisasikan dalam rangka pengaturan air yang lebih baik pada lahan yang sulit menerapkan jadwal penanaman serempak dan juga sebagai langkah preventif bagi pengendalian hama tikus dan lainnya (PHT dengan pengaturan lingkungan).
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, nampaknya pengembangan SRI di Indonesia sebaiknya dikonsentrasikan pada lahan dengan terasering dimana luas petakannya lebih sempit dan kebutuhan tenaga buruh untuk setiap petakan dapat dipenuhi setiap saat. Selain itu, proses pengeringan lahan akan lebih mudah dilaksanakan.
Kembali pada persoalan pokok dimana SRI sering diidentikkan dengan padi organik. Beberapa petak percobaan di lahan petani menunjukkan peningkatan hasil yang signifikan dengan hanya menerapkan pupuk kimia berimbang sesuai anjuran setempat. Penggunaan pupuk organik terutama yang berasal dari ternak sapi memang merupakan teknologi yang sangat dianjurkan untuk pertanaman padi, dengan SRI atau tanpa SRI. Hal ini sangat erat kaitannya dengan perbaikan strukutur tanah dalam jangka yang panjang melalui perkembangan mikroorganisme tanah yang lebih baik dan pemenuhan unsur-unsur hara mikro yang secara nyata memperbaiki kualitas beras yang dihasilkan. Beberapa demplot yang dilaksanakan dengan metode konvensional oleh Departemen Pertanian, menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang ternak sapi yang tercampur dengan urine sapi (takaran 2 ton/ha) dengan 50% dosis penggunaan pupuk kimia secara nyata meningkatkan produksi padi sekitar 25% sampai 40% dengan kualitas beras yang lebih baik.
.