Laman

Selasa, 29 Desember 2009

Kilas Balik - PROGRAM KETAHANAN PANGAN 2005-2010

KONDISI SEBELUM 2005

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor.

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan oleh Presiden RI tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat mengamanatkan bangsa ini perlu membangun ketahahanan pangan yang mantap dengan memfokuskan pada peningkatan kapasitas produksi nasional untuk lima komoditas pangan strategis, yaitu padi, jagung, kedelai, tebu dan daging sapi. Sebagai gambaran umum, pada tahun 2004, untuk komoditas padi, kita mampu melepaskan diri dari impor, malah berdasarkan angka perkiraan kita sudah surplus dua juta ton berupa stok di masyarakat (rumah tangga dan pedagang) dan pemerintah (Bulog); sedangkan untuk empat komoditas lainnya masih tergantung dari impor. Secara kuantitas, impor jagung, kedelai, gula, dan daging sapi masing-masing sebesar 11,23 persen; 64,86 persen; 37,48 persen dan 29,09 persen dari kebutuhan.

Saat ini laju peningkatan produksi padi, jagung, kedelai dan tebu cenderung melambat sejalan dengan terjadinya saturasi (sudah mencapai titik jenuh) Revolusi Hijau yang dimulai sejak pertengahan tahun 1970-an. Kalau selama periode 1993-1997 rata-rata laju peningkatan produksi padi, jagung, kedelai dan tebu masing-masing sebesar 1,02 persen; 4,97 persen; -5,40 persen dan -0,16 persen per tahun, maka pada periode 2000-2004 mengalami penurunan masing- masing menjadi 0,82 persen; 4,13 persen; -13,65 persen dan -0,49 persen per tahun. Sebaliknya laju peningkatan produksi daging sapi cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya agribisnis peternakan akhir-akhir ini.

Ketergantungan impor empat komoditas pangan yang relatif tinggi dan melambatnya laju peningkatan produktivitas menunjukkan bahwa persoalan yang menghadang di depan kita adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional tersebut secara berkelanjutan.

Untuk meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional tersebut, kita masih memiliki potensi lahan untuk perluasan usahatani. Dari luas lahan yang sesuai untuk usaha pertanian sebesar 100,8 juta hektar, telah dimanfaatkan 68,8 juta hektar, sehingga lahan yang belum dimanfaatkan sekitar 32 juta hektar. Selain itu, terdapat potensi lahan untuk usaha pertanian berupa lahan terlantar 11,5 juta hektar serta pekarangan 5,4 juta hektar, dan belum termasuk lahan gambut dan lebak yang potensinya cukup besar.

Sebagian besar lahan yang belum dimanfaatkan berlokasi di luar Jawa. Untuk pertanian lahan basah (pangan semusim) terdapat di Papua, Sumatera dan Kalimantan; untuk pertanian lahan kering (tanaman semusim) terluas terdapat di Sumatera dan Kalimantan; untuk tanaman tahunan (perkebunan) lahan kering terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Sementara itu, di Jawa pemanfaatan lahan sudah melampui ketersediaannya (over utilization). Selain over utilization, lahan di Jawa mengalami pengurangan akibat konversi ke penggunaan non pertanian dengan laju yang makin tinggi. Pada periode tahun 1981-1999 terjadi konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian seluas 1.627.514 hektar; dan sekitar 1 juta hektar di antaranya terjadi di Jawa.

Tingkat kesuburan lahan di Jawa jauh lebih tinggi dibanding di luar Jawa, selain itu kondisi infrastruktur lahan di Jawa juga lebih mapan dibanding di luar Jawa. Oleh karena itu, dalam rangka memantapkan kapasitas produksi pangan nasional, maka dalam jangka panjang lahan-lahan produktif di Jawa seperti lahan sawah tetap perlu dipertahankan sebagai lahan pertanian dan diupayakan agar konversi lahan tersebut dapat lebih dikendalikan.

Kondisi lahan di Jawa semakin memprihatinkan karena penguasaan lahan oleh petani yang sempit tidak mampu mencapai skala usaha yang ekonomis, sehingga usaha pertanian di Jawa menghadapi ancaman stagnasi. Di Jawa, sekitar 88 persen rumah tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar dan sekitar 76 persen menguasai lahan sawah kurang dari 0,25 hektar. Data secara nasional menunjukkan bahwa lebih dari 10,5 juta (53%) rumah tangga petani menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar, dan lebih dari 6 juta (30%) menguasai lahan kurang dari 0,25 hektar.

ARAH PENGEMBANGAN

Sejalan dengan salah satu arah pengembangan produk dan bisnis pertanian dalam RPPK dan dengan memperhatikan potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan kapasitas produksi lima komoditas pangan tersebut, maka arah pengembangan dan sasaran lima komoditas pangan selama periode 2005-2010 sebagai berikut :
  1. Padi/beras : Mempertahankan swasembada berkelanjutan.
  2. Jagung : Menuju swasembada tahun 2007 dan daya saing ekspor tahun 2008 dan seterusnya.
  3. Kedelai : Akselerasi peningkatan produksi untuk mengurangi ketergantungan impor (2010 rasio produksi terhadap kebutuhan 65%, swasembada dicapai tahun 2015).
  4. Gula : Menuju swasembada berkelanjutan mulai tahun 2009.
  5. Daging sapi : Akselerasi peningkatan produksi untuk mengurangi ketergantungan impor dan pencapaian swasembada tahun 2010.
LANGKAH STRATEGIS

Beberapa langkah strategis untuk mencapai sasaran di atas adalah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas padi, jagung, kedelai, tebu dan sapi potong.
  2. Merenovasi dan memperluas infrastruktur fisik dengan merehabilitasi jaringan irigasi lama dan membangun jaringan irigasi baru untuk pengembangan lahan sawah di luar Jawa serta membuka lahan pertanian baru, khususnya lahan kering di Luar Jawa.
  3. Menahan laju konversi lahan sawah di Jawa melalui penetapan ”lahan abadi” untuk usaha pertanian.
  4. Mempercepat penemuan teknologi benih/bibit unggul untuk peningkatan produktivitas, teknologi panen untuk mengurangi kehilangan hasil, dan teknologi pasca panen serta pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah.
  5. Mempercepat pembentukan teknologi spesifik lokasi kelima komoditas tersebut untuk meningkatkan daya saingnya.
  6. Membangun sistem perbenihan/pembibitan untuk kelima komoditas tersebut.
  7. Memberikan subsidi sarana produksi untuk usaha primer sekaligus memberikan proteksi kepada kelima komoditas tersebut.
  8. Merevitalisasi sistem penyuluhan dan kelembagan petani untuk mempercepat difusi adopsi teknologi yang mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani.
  9. Mengembangkan sistem pemasaran hasil pertanian yang mampu mendistribusikan produk dan return/keuntungan secara efisien dan adil.
  10. Mengembangkan sistem pembiayaan pertanian, termasuk keuangan mikro pedesaan untuk meningkatkan aksesibilitas petani atas sumber permodalan/pembiayaan pertanian.
  11. Memberikan insentif berinvestasi di sektor pertanian, khususnya di luar Jawa, termasuk menyederhanakan proses perizinan investasi di sektor pertanian.
  12. Memperjuangkan komoditas padi, jagung, kedelai dan tebu sebagai komoditas strategis (SP) dalam perundingan W.T.O.
(Sumber : Buiku Road Map 5 Komoditas, Balitbang Pertanian Deptan, 2005)


Melihat program di atas, pemerintah telah banyak mengupayakan berbagai program untuk mewujudkannya. Tahun 2008 merupakan satu bukti keberhasilan dengan swasembada beras, tahun 2009 ini tampaknya swasembada tersebut masih dapat bertahan. Menyusul jagung dan kedelai pada tahun 2010 nanti, apakah akan tercapai ? Nampaknya untuk jagung tidak terlalu sulit, hal ini nampak dari perkembangan pemanfaatan lahan-lahan tadah hujan maupun lahan beririgasi terbatas dengan polatanam padi-jagung-jagung yang didukung dengan teknologi pengembangan dan penggunaan varietas unggul. Yang masih agak sulit adalah kedelai, walaupun intensitas penelitian kedelai nampaknya sangat berkembang. Tebu masih terkendala pada tingkat rendemen yang rendah di tingkat tebu rakyat yang mengakibatkan nilai pendapatan petani tebu masih rendah. Selain itu, perkembangan tebu yang dikelola swasta masih nampak cenderung "merebut" lahan padi sawah karena menginginkan keterjaminan air irigasi. Sementara pemenuhan daging sapi lokal cukup berkembang dengan berbagai program bantuan bibit dan pengawasan kesehatan ternak.


Semoga Indonesia terus berjaya memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. Kita lihat saja perkembangan program ketahanan pangan ini dan rencana program selanjutnya.

Link terkait Ketahanan Pangan :
  1. Badan Ketahanan Pangan -Deptan
  2. Pembangunan Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu II
  3. Meningkatkan Ketahanan Pangan di Perdesaan
  4. Wapres Minta Ketahanan Pangan Ditangani Serius
  5. Diversifikasi Kunci Ketahanan Pangan
  6. Presiden Akan Rilis Perpres Kebijakan Pangan
.
.

Senin, 28 Desember 2009

Pupuk Organik (Kompos)

Menurunnya kandungan bahan organik tanah ditengarai disebabkan karena cara budidaya pertanian yang kurang memperhatikan kandungan bahan organik. Salah satunya penggunaan pupuk kimia yang sangat intensif. Petani lebih memperhatikan penambahan unsur hara kimia dan tidak memperhatikan bahan organik. Misalnya: petani memakai urea, tetapi selalu membakar jerami setelah panen.


Salah satu akibat dari rendahnya bahan organik tanah adalah kebutuhan pupuk buatan yang semakin meningkat  tetapi  produksi justru cenderung menurun. Beberapa kakek petani pernah bercerita ke saya, jika dulu dia cukup menggunakan 100 kg NPK/ha. Sekarang mereka memupuk hingga 200 250 kg NPK/ha. Bahkan dosen Fak. Pertanian IPB pernah menceritakan jika di daerah Gunung Kidul DIY petani menggunakan pupuk  urea dengan dosis 500 kg/ha. Ini mau memupuk atau 'nguruk' tanah dengan pupuk?  Pak Haji Zaka menceritakan kepada saya jika dulu produksi padinya dengan varietas Pelita  1 bisa mencapai 10 ton/ha, tetapi sekarang produksi padinya cuma 6 7 ton/ha (varietas ciherang) meskipun pupuknya lebih banyak. Ironi sekali.

Saat ini petani sangat tergantung dengan pupuk kimia. Sayangnya pupuk sering dipermainkan banyak pihak. Ketika kebutuhan pupuk tinggi, tiba-tiba pupuk menghilang dari pasaran dan harganya membumbung tinggi. Pupuk-pupuk palsu juga banyak beredar. Saya pernah membeli pupuk SP36, tetapi setelah dianalisa kandungan P2O5- nya hanya 20%. Setelah komplain ke penjualnya, mereka menawarkan pupuk super fosfat lain, tetapi kandunganya hanya 18%. Gila....!!!!


Pemerintah harus mengeluarkan dana trilyunan rupiah untuk subsidi pupuk. Sayangnya pupuk subsidi itu banyak diselewengkan, dipakai oleh  perusahaan/perkebunan besar, dan diselundupkan keluar negeri. Subsidi pupuk seperti lebih menguntungkan perusahaan-perusahaan pupuk besar dan cukong-cukong daripada petani-petani kecil.

Kesadaran untuk kembali menggunakan pupuk organik sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu. Pemerintah melalui Deptan pernah mendeklarasikan 'Go Organik 2010'. Tahun 2010 tinggal satu tahun lagi, tetapi belum ada tanda-tanda kalau 'Go Organik 2010' akan terwujud.

Puncaknya ketika terjadi krisis energi tahun 2008, harga BBM naik tinggi  yang membuat biaya produksi pupuk juga meningkat.   Agar harga  pupuk  tetap rendah, pemerintah harus mengeluarkan subsidi lebih banyak lagi.   Ini jelas sangat membenani APBN.   Pemerintah kemudian mengalihkan sebagian subsidi pupuk kimia buatan ke pupuk organik.

Pemupukan memakan kurang lebih 60% dari seluruh biaya produksi di industri perkebunan. Bagi perkebunan-perkebunan besar, naiknya harga pupuk sangat membebani anggaran pemupukan mereka. Salah satu alternatif solusinya adalah mereka 'berbondong-bondong' beralih menggunakan pupuk organik.

Pupuk organik berbeda dengan pupuk kimia buatan (lebih jelasnya silahkan baca di  http://isroi.wordpress.com/2008/02/26/pupuk-organik-pupuk-hayati-dan-pupuk-kimia/). Manfaat dari pupuk organik adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang  banyak  memiliki  peranan penting  di  dalam  tanah. Bahan organik  tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki  beberapa peranan kunci di tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Fungsi Biologi:

  • menyediakan  makanan  dan  tempat  hidup  (habitat)  untuk organisme (termasuk mikroba) tanah
  • menyediakan energi untuk proses-proses biologi tanah
  • memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah b.  Fungsi Kimia:
  • merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah
  • penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah
  • menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K

c. Fungsi Fisika:

  • mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah
  • meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air
  • perubahahan moderate terhadap suhu tanah

Fungsi-fungsi bahan organik tanah ini saling berkaitan satu dengan yang lain.  Sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk  aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan  stabilitas agregat  tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah.

Cara sederhana untuk melihat peranan pupuk organik, dalam hal ini kompos, adalah sebagai berikut. Jika tanah berpasir diberi kompos, maka tanah berpasir akan menjadi lebih gembur/remah, agregat tanah terbentuk, dan tanaman dapat tumbuh lebih baik.  Demikian pula jika tanah liat diberi kompos.  Sifat fisik tanah akan menjadi lebih gembur dan remah, tanah akan berkurang 'kelengketannya' dan tanaman dapat tumbuh lebih baik.


Penggunaan pupuk organik akan meningkatkan efisiensi penyerapan hara oleh tanaman. Penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan  pupuk kimia dapat mengurangi dosis pupuk kimia. Serapan hara tanaman  meningkat dan  produksinya  pun  cenderung menjadi lebih tinggi.

.
.

Rabu, 23 Desember 2009

Agrobisnis Makin Favorit Bagi Bank

JAKARTA: Perbankan semakin agresif membiayai sektor agrobisnis. Hingga November 2009 PT Bank Mandiri mengucurkan kredit untuk perkebunan senilai Rp44,3 triliun dan PT Bank CIMB Niaga senilai Rp1,3 triliun.

Direktur Korporasi Bank Mandiri Riswinandi mengatakan komitmen kredit yang disalurkan ke usaha perkebunan Rp44,3 triliun di antaranya untuk pembiayaan sejumlah komoditas seperti sawit, karet, tebu, kakao, kopi, teh dan industri turunannya.

"Jumlah kredit yang telah dikucurkan untuk perkebunan sawit (on farm) senilai Rp14,3 triliun, dan industri hilirnya seperti pengolahan dan oleokimia menyerap Rp8,8 triliun serta untuk perdagangan sawit sekitar Rp900 miliar," jelasnya saat Penandatanganan Perjanjian Kredit Bank Mandiri dengan PT Suryabumi Agrolanggeng, kemarin.

Riswinandi menyatakan peseroan berkomitmen untuk terus mendukung pembiayaan agrobisnis di antaranya dengan memberikan fasilitas kredit investasi senilai Rp600 miliar untuk pengembangan kebun sawit dan pabrik pengolahan milik PT Suryabumi Agrolanggeng anak usaha Gozco Plantation Group.

Fasilitas itu, lanjutnya, diberikan dalam dua bagian senilai Rp212 miliar untuk tenor 4 tahun dan Rp388 miliar untuk jangka waktu 7 tahun.

Dirut Suryabumi Agrolanggeng Kreisna Gozali mengatakan dana itu akan digunakan untuk ekspansi usaha berupa peningkatan produksi dan pembangunan pabrik pengolahan berlokasi di Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan.

Menurut dia, kebutuhan sawit ke depan akan meningkat terutama dengan digunakannya sebagai bahan bakar alternatif sehingga diperlukan peningkatan produksi dan perluasan usaha serta didukung pembiayaan perbankan.

Gozco Plantation dalam grup usahanya memiliki areal konsesi lahan di Sumatra Selatan seluas 31.309 hektare, lalu di Sumatra Barat seluas 41.800 ha, di Kalimantan Selatan 19.734 ha dan di Kalimantan Barat 33.350 ha. Total luas lahan 126.000 ha dengan areal tertanam 27.000 ha yang dikelola melalui 12 anak usaha.

Di tempat terpisah, PT Bank CIMB Niaga Tbk telah mengucurkan pembiayaan di sektor agrobisnis saat ini senilai US$130 juta atau sekitar Rp1,3 triliun, dan berkomitmen untuk memperbesar pembiayaan di pasar komoditas dengan menggunakan sistem resi gudang.

Direktur Bisnis CIMB Niaga Handoyo Soebali mengutarakan potensi pasar kredit agrobisnis sangat besar, dan baru beberapa bank yang telah membiayai di antaranya CIMB Niaga yang telah masuk sejak 2008 untuk membiayai sejumlah komoditas seperti cokelat, kopi, kakao dan lada.

"Kami tidak membuat alokasi khusus untuk pembiayaan komoditas, tapi industri perkebunan ini merupakan sektor bisnis yang akan dikembangkan pada 2010 dengan potensi pertumbuhan yang cukup tinggi, dan sistemnya akan menggunakan resi gudang" jelasnya kemarin.

Handoyo mengutarakan sebagai langkah awal penerapan sistem resi gudang pihaknya berkomitmen untuk membiayai senilai US$2 juta untuk PT Aman Jaya, Lampung untuk komoditas lada.

Direktur Korporasi CIMB Niaga Catherine Hadiman menuturkan sebelumnya pembiayaan agrobisnis tidak menggunakan sistem resi gudang, karena komoditas yang dibiayai lebih luas dan tidak selalu mengacu pada delapan komoditas yang diatur undang-undang.

"Sekarang kami mulai masuk resi gudang karena risiko bisa diminimalisasi, keuntungan dari penjualannya jelas dan memiliki jaminan aset tetap yang berkekuatan hukum sehingga eksekusi bisa menjadi lebih mudah," kata dia.

Catherine menjelaskan selama ini kredit resi gudang sering terjadi pembiayaan ganda oleh beberapa bank sehingga tumpang-tindih. Namun, saat ini semuanya telah teregistrasi dengan baik. (fajar.sidik@bisnis. co.id/taher. saleh@bisnis.co.id)

Oleh Fajar Sidik & M Taher Saleh
Bisnis Indonesia

Minggu, 20 Desember 2009

Perlakuan Benih Padi


Produksi padi yang baik dan maksimal dimulai dari pemilihan dan perlakuan benih padi yang baik. Sesuai dengan anjuran pemerintah dan juga anjuran teknologi budidaya yang baik, benih padi yang digunakan sangat disarankan berasal dari benih padi bersertifikat. Benih padi yang bersertifikat menjamin :
  1. Keaslian / kemurnian varietas
  2. Daya tumbuh yang baik
  3. Masa pakai (expired product) diketahui dengan pasti, sehingga lebih terjamin.
Jaminan kualitas benih padi bersertifikat, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 23/Permentan/SR.120/2/2007, adalah :
  1. Benih belum kadaluarsa
  2. Daya tumbuh minimal 80%
  3. Kadar air 10% - 13%
  4. Kandungan kotoran maksimal 2%
  5. Kemurnian varietas minimal 98%
 Dengan kualitas yang baik, tanaman padi akan  tumbuh lebih seragam, sehingga memaksimalkan hasil saat dipanen.

Untuk memperoleh produksi yang maksimal, usaha yang baik harus dimulai sejak awal. Selain penggunaan benih bersertifikat, perlakuan benih saat akan disemaikan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan awal bibit padi. Inilah perlakuan benih padi yang baik sebelum disemaikan :

Menyortir benih yang masih memiliki daya tumbuh tinggi dengan menggunakan larutan garam.
  • Siapkan larutan garam dalam ember dengan volume sesuai dengan benih padi yang akan disortir. Konsentrasi larutan garam (takaran garam) tersebut diukur dengan menggunakan telur ayam/bebek mentah. Masukkan telur ke dalam ember berisi air. Masukkan garam sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk pelan. Pemberian garam dihentikan ketika telur mulai mengapung dalam air, hal ini menunjukkan bahwa kandungan garam telah cukup sebagai penguji benih.
  • Masukkan benih padi yang akan disortir. Kemudian diaduk sehingga semua benih tercampur dengan larutan garam tersebut. Biarkan beberapa menit, sehingga terlihat benih padi tersebut tenggelam dan sebagian kecil terapung.
  • Benih yang masih terapung merupakan benih hampa/rusak/tidak sempurna, sehigga tidak layak untuk dijadikan bibit. Walaupun benih tersebut dapat tumbuh, akan tetapi akan tumbuh menjadi bibit yang tidak sempurna.
  • Benih yang tenggelam dipilih sebagai benih yang akan disemaikan. Benih tersebut kemudian dibilas dengan air bersih sebanyak 2 kali agar larutan garamnya tercuci dengan baik.
Memeram benih sebelum disemai.
  • Benih yang akan disemai sebaiknya dibantu pertumbuhannya dengan cara diperam.
  • Benih direndam dalam air bersih selama kurang lebih 1 jam, kemudian ditiriskan dalam ayakan atau saringan sampai tidak ada air yang menetes.
  • Benih yang lembab tersebut kemudian dimasukkan dalam karung goni atau karung terigu (atau kain katun) dan dibiarkan selama 2 hari dalam ruangan yang terlindung.
  • Setelah dua hari akan nampak pada pangkal benih berwarna putih yang menandakan bahwa akar benih telah mulai tumbuh dan telah siap disemai dalam persemaian.
  • Benih yang telah diperam akan memiliki daya tumbuh yang lebih cepat dan lebih baik dibanding dengan benih yang tidak diperam, sehingga dalam persemaian akan tumbuh lebih kuat dan sehat.

Produksi padi yang baik dimulai dari benih yang baik.


Diambil dari berbagai sumber.

Sabtu, 19 Desember 2009

Principle of System of Rice Intensification (SRI)


SRI Paddy Cultivation requires less water and less expenditure gives more yields, Beneficial for small and marginal farmers.

SRI Technology Uses - Less External Inputs

In SRI Paddy Cultivation Less Seed (2kg/ac) is required and fewer plants per unit area (25x25cm) whre as in general Paddy Cultivation 20kg seed is required per acre.
SRI requires less expenditure on fertilizers and plant protection chemicals.

Root Growth

In SRI System Rice Crop grows healthy in natural conditions and its root growth can be massive receives nutrients from deeper layers of the soil. 3 hills under conventional method required 28kg of force to be pulled up where as single SRI rice plants required 53 kg for uprooting.

SRI is initially labour intensive
  • Needs 50% more man days for transplanting and weeding.
  • Mobilises labour to work for profit.
  • It offers an alternative to resource poor, who puts in their family labour.
  • Once skills are learnt and implements are used, the labour costs will be lesser than the present day rice cultivation.
SRI encourages rice plant to grow healthy with
  • Large root volume
  • Profuse and strong tillers
  • Non lodging
  • Big panicle
  • More and well filled spikelets and higher grain weight
  • Resists insects because it allows rice to grow naturally
Tillering is greatly increased
  • 30 tillers per plant are fairly easy to achieve
  • 50 tillers pen plant are quite attainable.
  • With really good use of SRI, individual plants can have 100 fertile tillers or even more.
Because no set back due to early transplanting and no die back of roots.
Maximum tillering occurs concurrently with panicle initiation. More filled grain per panicle and no lodging of crop.
  • Everybody believe that Rice is an aquatic plant and grows best in standing water.
  • Rice is not an acquatic plant, it can survive in water but does not thrive under hypoxic conditions.
  • Rice plants spends lot of its energy to develop air pockets (aerenchyma tissue) in its roots under continous inundation.
  • 70% of Rice root tips get degenerated by flowering period.
  • Under SRI Paddy fields are not flooded but keep the soil moist during vegetative phase later only one inch water depth is sufficient.
  • SRI requires only about half as much water as normally applied in irrigated rice.
Six Mechanisms and Processes for SRI
1. Early Transplanting Seedling 8-12 days old, when plant has only
two small leaves,
before fourth phyllochron.
More tillering potential


More root growth potential
    2. Careful Transplanting Minimize trauma in transplanting. Remove plant from nursery with the seed, soil and roots carefully and place it in the field without plunging too deep into soil.
    More tillering potential
    3. Wide Spacing plant single seedlings, not in clumps, and in a square pattern, not rows, 25cm x 25cm or wider More root growth potential
    4. Weedling and Aeration needed because no standing water, use simple mechanical "rotating hoe" that churns up soil; 2 weedings required, with 4 recommended before panicle initiation; first weeding 10 days after transplanting. More root growth, due to reduced weed competition, and aeration of soil, giving roots more oxygen and N due to increased microbial activity we left in soil; can add 1+tons per weeding? Each additional weeding after two rounds results in increased productivity up to 2 t/ha / weeding.
    5. Water Management regular water applications to keep soil moist but not saturated, with intermittent dryings, alternating aerobic and anaerobic soil conditions. More root growth because avoids root degeneration able to acquire more and more varied nutrients from the soil
    6. Compost / FYM applied instead of or in addition to chemical fertilizer; 10 tons/ha; More Plant growth because of better soil health and structure, and more balanced nutrient supply.

    In SRI Cultivation 8 to 12 days old seedlings are planted. So root system grows well and gives 30 to 50 tillers. When all the 6 management practices are followed then per plant 50 to 100 tillers are produced and high yields can be realised.


    Nursery Management
    • Seed rate 2 kg/ac
    • Nursery area 1 cent / ac
    • Select healthy seed
    • Pre-sprouted seeds are sown on raised nursery bed
    • Prepare nursery bed like garden crops
    • Apply a layer of fine manure
    • Spread sprouted seed sparcely
    • Cover with another layer of manure
    • Mulch with paddy straw
    • Water carefully
    • Banana leaf sheath may be used for easy lifting and transport of seedlings.

    Main field preparation

    • Land preparation is not different from regular irrigated rice cultivation.
    • Levelling should be done carefully so that water can be applied very evenly.
    • At every 3m distance form a canal to facilitate drainage.
    • With the help of a marker draw lines both way at 25x25cm apart and transplant at the intersection.

    Benefits of SRI
    • Higher yields - Both grain and straw
    • Reduced duration (by 10 days)
    • Lesser chemical inputs
    • Less water requirement
    • Less chaffy grain %
    • Grain weight increased without change in grain size
    • Higher head rice recovery
    • Withstood cyclonic gales
    • Cold tolerance
    • Soil health improves through biological activity

    Copied from : RICE - System of Rice Intensification (SRI ) http://www.ikisan.com/links/ap_ricesri.shtml

    Mengenal SRI (System of Rice Intensification)

    SRI adalah salah satu jawaban dari krisis pangan yang dihadapi Indonesia. Akan tetapi berbeda dengan metode penanaman padi yan lain, SRI Indonesia dipelopori oleh seorang engineer. Ternyata SRI lebih bisa dimengerti oleh mereka yang memahami engineering walaupun tidak menutup kemungkinan adanya pendekatan lain yang dapat menjelaskan fenomena SRI.

    Apa Itu SRI ?

    SRI merupakan singkatan dari System of Rice Intensification, suatu sistem pertanian yang berdasarkan pada prinsip Process Intensification (PI) dan Production on Demand (POD). SRI mengandalkan optimasi untuk mencapai delapan tujuan PI, yaitu cheaper process (proses lebih murah), smaller equipment (bahan lebih sedikit), safer process (proses yang lebih aman), less energy consumption (konsumsi energi/tenaga yang lebih sedikit), shorter time to market (waktu antara produksi dan pemasaran yang lebih singkat), less waste or byproduct (sisa produksi yang lebih sedikit), more productivity (produktifitas lebih besar), and better image (memberi kesan lebih baik) ((Ramshaw, 2001).

    SRI ditemukan oleh Pendeta Madagaskar Henri de Laulanie sekitar tahun 1983 di Madagaskar. SRI lahir karena adanya kepedulian dari Laulanie terhadap kondisi petani di Madagaskar yang produktivitas pertaniannya tidak bisa berkembang. Berangkat dari keterbatasan sarana yang Laulanie bisa perbantukan pada petani (yang terdiri atas keterbatasan lahan, biaya dan waktu), ia kemudian bisa membantu melipatgandakan produktivitas pertanian sampai suatu nilai yang mencengangkan. Sampai tulisan ini dibuat, terdapat banyak penelitian yang mencoba mengungkap ‘misteri’ dibalik keberhasilan Laulanie.

    Metode SRI

    Keterbatasan Laulanie dalam membantu petani kemudian menjadi metode pokok SRI. Metode ini terdiri atas 3 poin utama, yaitu:

    Pertama. Penanganan bibit padi secara seksama. Hal ini terdiri atas, pemilihan bibit unggul, penanaman bibit dalam usia muda (kurang dari 10 hari setelah penyemaian), penanaman satu bibit per titik tanam, penanaman dangkal (akar tidak dibenamkan dan ditanam horizontal), dan dalam jarak tanam yang cukup lebar.

    Bagi yang telah terbiasa menanam padi secara konvensional, pola penanganan bibit ini akan dirasakan sangat berbeda. Hal ini karena metode konvensional memakai bibit yang tua (lebih dari 15 hari sesudah penyemaian), ditanam sekitar 5-10 bahkan lebih bibit per titik tanam, ditanam dengan cara dibenamkan akarnya, dan jarak tanamnya rapat.

    Perbedaan metode penanganan bibit padi metode SRI terhadap metode konvensional dapat dijelaskan oleh penjelasan sebagai berikut,

    1. Mengapa ditanam muda? Hal ini dijelaskan oleh Katayama, yaitu melalui teori Pyllochrone. Katayama mengungkapkan bahwa penanaman bibit pada usia 15 hari sesudah penyemaian akan membuat potensi anakan menjadi tinggal 1/3 dari jumlah potensi anakan. Hal ini berarti, SRI menambah potensi anakannya sekitar 64%.
    2. Mengapa ditanam satu bibit per titik tanam? Hal ini karena tanaman padi membutuhkan tempat tumbuh yang cukup agar dia dapat mencapai pertumbuhan optimal. Analoginya adalah satu kamar kost untuk satu mahasiswa. Penambahan jumlah mahasiswa yang tinggal dalam kamar kost akan menyebabkan adanya persaingan dalam memanfaatkan fasilitas di dalam kamar kost tersebut. Begitu juga dengan padi, ketika ditanam secara banyak, maka akan terjadi persaingan untuk mendapatkan nutrisi, cahaya matahari, udara, dan bahan lainnya dalam suatu titik atau area tanam.
    3. Mengapa ditanam dangkal ? Hal ini bertujuan untuk memacu proses pertumbuhan dan asimilasi nutrisi akar muda. Jika ditanam terbenam, maka akan timbul kekurangan oksigen yang menimbulkan peracunan akar (asphyxia), dan gangguan siklus nitrogen yang dapat menyebabkan pelepasan energi, produksi asam yang tinggi serta tidak adanya rebalance H+ sehingga terjadi destruksi sel akar dan pertumbuhan struktur akar menjadi tidak lengkap. Semua akibat dari penanaman dengan cara dibenamkan akar memangkas potensi akar sampai menjadi ¼ nya saja.
    4. Mengapa ditanam dalam jarak yang cukup lebar? Hal ini untuk menjamin selama proses tumbuhnya padi menjadi padi siap panen, seluruh nutrisi, udara, cahaya matahari, dan bahan lainnya tersedia dalam jumlah cukup untuk suatu rumpun padi.

    Kedua. Metode pokok SRI yang kedua adalah penyiapan lahan tanam. Penyiapan lahan tanam untuk metode SRI berbeda dari metode konvensional terutama dalam hal penggunaan air dan pupuk sintetis (untuk kemudian disebut pupuk). SRI hanya menggunakan air sampai keadaan tanahnya sedikit terlihat basah oleh air (macak-macak) dan tidak adanya penggunaan pupuk karena SRI menggunakan kompos. Sangat berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan air sampai pada tahap tanahnya menjadi tergenang oleh air serta pemupukan minimal dua kali dalam satu periode tanam.

    Mengapa demikian ? Tanah yang tergenang air akan menyebabkan kerusakan pada struktur padi sebab padi bukanlah tanaman air. Padi membutuhkan air tetapi tidak terlalu banyak. Hal lain yang ditimbulkan oleh proses penggenangan adalah timbulnya hama. Secara alamiah, seperti padi liar yang tumbuh di hutan-hutan, hama dari padi memiliki musuh alami. Untuk padi liar, yang hidup di tanah kering, musuh alami hama padi dapat hidup dan menjaga kestabilan dengan memakan hama tersebut. Ketika padi hidup di tanah yang tergenang, maka musuh alami hama padi tidak dapat hidup sedangkan hama padi dapat hidup. Bahkan, hal ini memacu adanya hama padi baru yang berasal dari lingkungan akuatik.

    Pemupukan dua kali, pada awal periode tanam dan saat ditengah-tengah periode tanam memiliki dampak yang kurang signifikan dalam menjaga ketersediaan nutrisi untuk padi. Pemupukan menggunakan pupuk sintetis memang memiliki kecepatan transfer nutrisi yang cepat, tetapi hal ini tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh padi yang berusia muda karena padi tersebut hanya membutuhkan nutrisi yang relatif sedikit. Lalu sisa dari nutrisi tersebut tidak termanfaatkan bahkan dapat terbawa oleh aliran air (karena lahan tanam tergenang). Analogi dari hal tersebut adalah bayi yang diberi makanan dengan jatah 25 tahun (jika umur hidupnya 50 tahun). Tentu saja makanannya tidak termanfaatkan.

    Ketiga. Prinsip ketiga dalam metode SRI adalah keterlibatan mikroorganisme lokal (MOL) dan kompos sebagai ’tim sukses’ dalam pencapaian produktivitas yang berlipat ganda. Dalam hal ini peran kompos sering disalahartikan sebagai pengganti dari pupuk. Hal ini salah, karena peran kompos lebih kompleks daripada peran pupuk. Peran kompos, selain sebagai penyuplai nutrisi juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh padi secara optimal. Konsep bioreaktor adalah kunci sukses dari SRI. Bioreaktor yang dibangun oleh kompos, mikrooganisme lokal, struktur padi, dan tanah menjamin bahwa padi selama proses pertumbuhan dari bibit sampai padi dewasa tidak mengalami hambatan. Fungsi dari bioreaktor sangatlah kompleks, fungsi yang telah teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi sesuai POD melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan padi, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan padi, bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang padi.

    Engineering Approach (Pendekatan Rakayasa Teknik)


    Lalu bagaimana dengan pendekatan engineering dalam SRI ? Perlu diketahui bahwa SRI menjadi kontroversi karena konsep dalam bidang pertanian tidak dapat menjelaskan mengapa SRI dapat memberikan hasil yang berlipat ganda. Dr. Mubiar Purwasasmita, mengatakan bahwa pendekatan yang harus dilakukan adalah melalui konsep PI dan POD yang sangat dikenal dalam dunia engineering.

    Apa itu PI ?

    Konsep PI yang menjadi acuan dalam perkembangan industri dunia, merujuk pada proses dalam skala yang semakin kecil. Menurut PI, proses yang dapat dilangsungkan dalam skala yang semakin kecil akan berlangsung lebih efektif dan efisien. Hal ini dapat dipahami karena mass and heat transfer akan berlangsung lebih baik pada skala yang lebih kecil. Hal ini adalah konsep yang telah diterima secara luas dalam dunia engineering.

    Dalam kaitan dengan SRI, konsep ini diwakili oleh bioreaktor. Bioreaktor SRI adalah perwujudan dari proses-proses yang berlangsung dalam skala yang lebih kecil daripada skala yang digunakan pada pertanian konvensional. Ketika berbicara tentang penanaman padi, seharusnya yang dibahas adalah bagaimana interaksi padi dengan lingkungan sekitarnya terutama mikroba yang menjadi unsur pendukungnya. Jadi, penanaman padi tidak hanya ditinjau dari skala manusia tapi juga dari skala mikroba. Proses yang berlangsung dalam skala kecil pada bioreaktor akan menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan bahan akan lebih maksimal.

    Konsep PI kedua adalah using less to produce more yang diwakili oleh metode penanganan bibit dan penanaman padi yang memanfaatkan sumberdaya seminim mungkin. Hal ini tidak dapat berdiri sendiri, karena disisi lain untuk meningkatkan produktivitas maka harus ada elemen produksi yang meningkat. Peningkatan kualitas lahan, bibit serta proses bioreaktor menjadi insurance agar hal ini tercapai.

    Apa itu POD?

    Konsep POD adalah bagaimana produksi harus sesuai dengan permintaan. Dalam SRI, produksi yang dimaksud adalah nutrisi, cahaya matahari, udara, dan bahan lainnya. Produksi kebutuhan padi akan sesuai dengan kebutuhan padi saat itu, tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Bagaimana cara bioreaktor mengetahui kebutuhan padi? Caranya adalah dengan eksudat yang merupakan bentuk komunikasi padi dengan bioreaktor. Eksudat ini berlangsung setiap saat yang menjamin bahwa produksi akan sesuai dengan kebutuhan padi. Dengan cara ini, bioreaktor akan menyediakan nutrisi dan sebagainya sesuai kondisi padi. Semua hal tersebut adalah kunci sukses dari SRI.

    Sumber dari penulisan ini adalah diskusi secara langsung dengan Dr. Mubiar Purwasasmita, ahli SRI Indonesia

    Rabu, 16 Desember 2009

    BEBERAPA PESTISIDA NABATI POTENSIAL



    Sudah bukan rahasia lagi bahwa pestisida kimia menimbulkan dampak lingkungan yang negatif. Selain itu, dampaknya terhadap kesehatan petani pengguna juga cukup signifikan. Pestisida kimia secara nyata menimbulkan resistensi terhadap hama dan penyakit karena berkembangnya strain baru yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu. Oleh karena itu sedapat mungkin penggunaan pestisida kimia dikurangi melalui program pengendalian hama dan penyakit terpadu yang diantaranya menyarankan penggunaan pestisida nabati dengan bahan yang mudah dijumpai didaerah.



    Dalam upaya pengembangan pestisida nabati, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
    1.            Mudah didapat,  bahan baku cukup tersedia, berkualitas, kuantitas dan kontinyuitas terjamin,
    2.            Mudah dibuat ekstrak, sederhana dan dalam waktu yang tidak lama,
    3.            Kandungan senyawa pestisida harus efektif pada kisaran 3-5 % bobot kering bahan,
    4.            Selektif,
    5.            Bahan yang digunakan bisa dalam bentuk segar/kering,
    6.            Efek residunya singkat, tetapi cukup lama efikasinya
    7.            Sedapat mungkin pelarutnya air (bukan senyawa sintetis),
    8.            Budidayanya mudah, tahan terhadap kondisi suhu optimal,
    9.            Tidak menjadi gulma atau inang hama penyakit,
    10.       Bersifat multiguna

    Beberapa pestisida nabati yang dapat disarankan adalah sebagai berikut :


    A.           INSEKTISIDA

    1.      Pinus (Pinus Merkusii)
    Bahan : Bagian batang Pinus
    Pembuatan :
    • Serbuk gergaji kayu Pinus dijemur sampai kering
    • Sebarkan ke lahan pesemaian pada pagi hari
    Sasaran : Wereng batang coklat (menghambat penetasan)

    2.      Picung/Kluwek (Pagium edule)
    Bahan: Buah Picung/Kluwek
    Pembuatan:
    • Satu buah Picung dihancurkan,
    • Rendam dalam satu gelas air selama satu hari satu malan.
    • Hasil rendaman tersebut disaring dan dilarutkan dalam sepuluh liter air, disemprotkan.
    • Akan lebih efektif dan efisien bila dikombinasikan dengan perangkat yuyu atau ketam/laos, kotoran ayam, bangkai keong mas atau bahan perangkap lain
    Kandungan bahan aktif :  Palmitic acid, oleic acid dan linoleic acid.
    Sasaran : Walang sangit.

    3.      Sirsak (Annona muricata) dan Tembakau (Nicotiana Tabacum)
    Bahan : Daun, biji Sirsak dan daun Tembakau
    Pembuatan: 50 lembar Daun sirsak diremas-remas dicampur satu ons tembakau, direndam dalam satu liter air selama 24 jam. Air rendaman disaring dan dilarutkan dalam 28 liter air kemudian disemprotkan akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan perangkap tersebut diatas.
    Kandungan : Annonain (Sirsak), Nikotin (Tembakau)
    Sasaran : Walangsangit

    4.      Gadung (Dioscorea Hispida)
    Bahan: Umbi Gadung
    Pembuatan: Umbi Gadung seberat 5 kg diparut kemudian direndam dalam 10 liter air. 1 liter air rendaman dicampur dengan 14 liter air untuk disemprotkan
    Kandungan: Diosgenin dan Steroid saponin
    Sasaran: Walang Sangit.

    5.      Lengkuas (Alpinia Galanga) dan Zahe (Zingiber Oficinalis)
    Bahan : Rimpang/akar/umbi Lengkuas
    Pembuatan : Lengkuas dan zahe ditumbuk atau diparut, kemudian diperes untuk diambil sarinya, selanjutnya dicampur air secukupnya untuk disemprotkan pada areal tanaman terserang
    Sasaran : Ulat grayak pada kedelai

    6.      Tembakau (Nicotiana Tabacum)
    Bahan: Daun Tembakau
    Kandungan: Nikotin
    Cara 1 : Daun Tembakau sebanyak 9,5 Kg dimasukan kedalam kaleng dan disiram air panas sebanyak 4 liter, kemudian didiamkan sampai dingin, campuran disaring dan dilarutkan kedalam  air dengan konsentrasi 60 cc per 15 liter air. Siap disemprotkan pada tanaman terserang.
    Sasaran : Ulat penggulung daun dan ulat grayak kedelai
    Cara 2 : 0,25 kg daun tembakau direbus dengan 5 liter air selama 0,5 jam tambahkan 30 gram sabun lalu disaring, selanjutnya disemprotkan kepada tanaman
    Penggunaan: 1 bagian larutan ditambah 4 bagian air
    Sasaran : Aphis, lundi penggerek batang dan wereng batang coklat.

    7.      Sengon Buto
    Bahan : Daun Sengon Buto
    Pembuatan : 5 kg daun Sengon Buto direndam dalam air sebanyak 100 liter selama 24 jam, air rendaman disaring dan siap disemprotkan pada tanaman
    Sasaran : Belalang daun jagung.

    8.      Srikaya (Annona Squamosa)
    Bahan : Biji Srikaya
    Kandungan : Annonain dan resin
    Pembuatan : Biji Srikaya yang telah tua ditumbuk sampai halus, tepung yang terbuat dari 20 butir biji dicampur dengan 1 liter air, lalu disemprotkan kepda tanaman
    Sasaran : Wereng batang, aphis dan ulat kubis.

    9.      Tuba (Deris Eliptica)
    Bahan : Akar dan kulit kayu Tuba
    Kandungan : Retenon
    Pembuatan : Akar dan kulit kayu Tuba ditumbuk dan dicampur air lalu disaring. 6 sendok larutan dicampur dengan 3 liter air, lalu disemprotkan kepada tanaman
    Sasaran : berbagai jenis ulat (racun kontak dan perut)

    10. Nimba (Azadirachta Indica)
    Bahan : Daun dan biji Nimba
    Pembuatan : Biji dan daun Nimba ditumbuk (1 kg) lalu direbis dengan air 5 liter dan didinginkan selama satu malam kemudian disaring
    Sasaran : Ulat, kutu, kumbang dan penggerek

     B.          FUNGISIDA

    1.        Nimba (Azadirachta Indica)
    Bahan : Daun dan Biji Nimba
    Sasaran :  Cendawan
    Kandungan : Azadirachtin,meliantriol,dan salanin

    2.        Lada (Piper Nigrum)
    Bahan: Biji Lada
    Sasaran: Cendawan
    Kandungan: Alkoloid, Methylpyrrolie, pipervatine, chavincine, piperioini dan piperine.
     

    C.          BAKTERISIDA
    1.            Nimba (Azadirachta Indica)
    Bahan: Daun dan biji Nimba
    Sasaran: Bakteri
    Kandungan: Zadirachtin, meliontriol dan salanin

    2.            Picung/kluwek (Pigium Edule)
    Bahan: Buah Picung/Kluwek
    Pembuatan: konsentrasi 30 gram/liter air disemprotkan pada tanaman padi
    Sasaran: Penyakit Kresek pada padi.
    Kandungan bahan aktif: Palmitic acid,oleic acid dan linoleic acid

     D.          RODENTISIDA

    1.            Gadung (Dioscoreahispida dan Dioscorea Composita)
    Bahan: Umbi Gadung
    Pembuatan: Ubi Gadung seberat 1 kg diparut dicampur dedak 10 kg dan tepung ikan 1 ons serta sedikit kemiri tambah air semua bahan dicampur dibuat sebgai umpan.
    Kandungan: Diosgenin dan steroid saponin
    Sasaran: Tikus

    2.            Kacang Babi (Tephrosia Vhogelii)
    Bahan: Daun Kacang Babi
    Pembuatan: Daun Kacang Babi ditumbuk dicampur dedak dan tepung ikan serta sedikit kemiri tambah air, semua bahan dicampur dibuat sebagai umpan
    Kandungan: Tephrosin dan deguelin
    Sasaran: Tikus

    E.           NEMATISIDA

    1.            Lada (Pipernigrum)
    Bahan: Biji Lada
    Kandungan: Alkoloid, Methilpirolie, Pipervatine, chapincine, piperidine dan piperine.  
    Sasaran: Nematoda
                  
    2.            Tembakau ( Nicotiana Tabacum)
    Bagian: Daun Tembakau
    Kandungan: Nicotin
    Pembuatan: 0,25 kg daun tembakau direbus dengan 5 liter air selama 0,5 jam, tambahkan 30 gram sabun lalu disaring. Penggunaan satu bagian larutan ditambah 4 bagian air
    Sasaran: Nematoda.

    F.     MOLUSKISIDA

    1.      Kacang Babi (Tefhrosia  Vogelii)
    Bagian: Daun Kacang Babi
    Kandungan: Theprosin dan deguelin
    Sasaran: Siput

    2.      Sembung (Blumea Balsamifera)
    Bagian: Daun Sembung
    Kandungan: Borneol, Sineol, Limonen, D.M eterfloroasetofnon
    Sasaran: Siput

    3.      Pinang (Arca Cathecu)
    Bagian: Biji Pinang
    Pembuatan : Biji pinang ditumbuk lalu disebarkan ke sawah
    Sasaran: Siput Murbey
    Kandungan: Oricholine


    G.    REPELENT


    1.      Jengkol
    Bagian: Buah Jengkol
    Pembutan: Buah jengkol diiris-iris kemudian disebarkan ke sawah yang berair
    Sasaran: Tikus

    2.      Serei Wangi
    Bagian: Batang Serei Wangi
    Pembuatan: Batang serai wangi ditumbuk lalu disemprotkan pada tanaman dapat dicampur dengan tanaman lain yang bersifat pestisida
    Sasaran: segala jenis hama

    H.    ANTRAKTAN

    1.      Selasih (Ocinum Sanctum)
    Bagian: Daun dan bunga Selasih
    Pembuatan: satu genggam daun selasih ditumbuk halus dan diberi air 5 ml, kemudian disaring. Air saringan tersebut diteteskan pada kapas lalu dimasukan ke dalam perangkap plastik
    Sasarana: Lalat Buah
    Kandungan: Methil eugenol

    2.      Kayu Putih (Melaleuca Leucadendra)
    Bagian: Daun Kayu Putih
    Pembuatan: Satu genggam daun kayu putih ditumbuk halus dan diberi air 5 ml, kemudian disaring. Air saringan tersebut diteteskan pada kapas lalu dimasukan ke dalan perangkap plastik
    Sasaran: Lalat Buah
    Kandungan: Methil eugenol

    3.      Pandan (Pandanus sp.)
    Bagian: Daun Pandan
    Pembuatan: Satu genggam daun Pandan ditumbuk halus dan diberi air 5 ml kemudian disaring. Air saringan tersebut diteteskan kepada  kapas lalu dimasukan ke dalam perangkap plastik.
    Sasaran: Lalat Buah

    I.        PEREKAT


    Bagian: Buah Labu
    Pembuatan: Buah labu diparut lalu diperas dan disaring. Air perasan dicampur dengan perbandingan 5 sendok untuk 1 liter air

    Sumber : berbagai referensi