Laman

Selasa, 29 Desember 2009

Kilas Balik - PROGRAM KETAHANAN PANGAN 2005-2010

KONDISI SEBELUM 2005

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor.

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan oleh Presiden RI tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat mengamanatkan bangsa ini perlu membangun ketahahanan pangan yang mantap dengan memfokuskan pada peningkatan kapasitas produksi nasional untuk lima komoditas pangan strategis, yaitu padi, jagung, kedelai, tebu dan daging sapi. Sebagai gambaran umum, pada tahun 2004, untuk komoditas padi, kita mampu melepaskan diri dari impor, malah berdasarkan angka perkiraan kita sudah surplus dua juta ton berupa stok di masyarakat (rumah tangga dan pedagang) dan pemerintah (Bulog); sedangkan untuk empat komoditas lainnya masih tergantung dari impor. Secara kuantitas, impor jagung, kedelai, gula, dan daging sapi masing-masing sebesar 11,23 persen; 64,86 persen; 37,48 persen dan 29,09 persen dari kebutuhan.

Saat ini laju peningkatan produksi padi, jagung, kedelai dan tebu cenderung melambat sejalan dengan terjadinya saturasi (sudah mencapai titik jenuh) Revolusi Hijau yang dimulai sejak pertengahan tahun 1970-an. Kalau selama periode 1993-1997 rata-rata laju peningkatan produksi padi, jagung, kedelai dan tebu masing-masing sebesar 1,02 persen; 4,97 persen; -5,40 persen dan -0,16 persen per tahun, maka pada periode 2000-2004 mengalami penurunan masing- masing menjadi 0,82 persen; 4,13 persen; -13,65 persen dan -0,49 persen per tahun. Sebaliknya laju peningkatan produksi daging sapi cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya agribisnis peternakan akhir-akhir ini.

Ketergantungan impor empat komoditas pangan yang relatif tinggi dan melambatnya laju peningkatan produktivitas menunjukkan bahwa persoalan yang menghadang di depan kita adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional tersebut secara berkelanjutan.

Untuk meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional tersebut, kita masih memiliki potensi lahan untuk perluasan usahatani. Dari luas lahan yang sesuai untuk usaha pertanian sebesar 100,8 juta hektar, telah dimanfaatkan 68,8 juta hektar, sehingga lahan yang belum dimanfaatkan sekitar 32 juta hektar. Selain itu, terdapat potensi lahan untuk usaha pertanian berupa lahan terlantar 11,5 juta hektar serta pekarangan 5,4 juta hektar, dan belum termasuk lahan gambut dan lebak yang potensinya cukup besar.

Sebagian besar lahan yang belum dimanfaatkan berlokasi di luar Jawa. Untuk pertanian lahan basah (pangan semusim) terdapat di Papua, Sumatera dan Kalimantan; untuk pertanian lahan kering (tanaman semusim) terluas terdapat di Sumatera dan Kalimantan; untuk tanaman tahunan (perkebunan) lahan kering terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Sementara itu, di Jawa pemanfaatan lahan sudah melampui ketersediaannya (over utilization). Selain over utilization, lahan di Jawa mengalami pengurangan akibat konversi ke penggunaan non pertanian dengan laju yang makin tinggi. Pada periode tahun 1981-1999 terjadi konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian seluas 1.627.514 hektar; dan sekitar 1 juta hektar di antaranya terjadi di Jawa.

Tingkat kesuburan lahan di Jawa jauh lebih tinggi dibanding di luar Jawa, selain itu kondisi infrastruktur lahan di Jawa juga lebih mapan dibanding di luar Jawa. Oleh karena itu, dalam rangka memantapkan kapasitas produksi pangan nasional, maka dalam jangka panjang lahan-lahan produktif di Jawa seperti lahan sawah tetap perlu dipertahankan sebagai lahan pertanian dan diupayakan agar konversi lahan tersebut dapat lebih dikendalikan.

Kondisi lahan di Jawa semakin memprihatinkan karena penguasaan lahan oleh petani yang sempit tidak mampu mencapai skala usaha yang ekonomis, sehingga usaha pertanian di Jawa menghadapi ancaman stagnasi. Di Jawa, sekitar 88 persen rumah tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar dan sekitar 76 persen menguasai lahan sawah kurang dari 0,25 hektar. Data secara nasional menunjukkan bahwa lebih dari 10,5 juta (53%) rumah tangga petani menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar, dan lebih dari 6 juta (30%) menguasai lahan kurang dari 0,25 hektar.

ARAH PENGEMBANGAN

Sejalan dengan salah satu arah pengembangan produk dan bisnis pertanian dalam RPPK dan dengan memperhatikan potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan kapasitas produksi lima komoditas pangan tersebut, maka arah pengembangan dan sasaran lima komoditas pangan selama periode 2005-2010 sebagai berikut :
  1. Padi/beras : Mempertahankan swasembada berkelanjutan.
  2. Jagung : Menuju swasembada tahun 2007 dan daya saing ekspor tahun 2008 dan seterusnya.
  3. Kedelai : Akselerasi peningkatan produksi untuk mengurangi ketergantungan impor (2010 rasio produksi terhadap kebutuhan 65%, swasembada dicapai tahun 2015).
  4. Gula : Menuju swasembada berkelanjutan mulai tahun 2009.
  5. Daging sapi : Akselerasi peningkatan produksi untuk mengurangi ketergantungan impor dan pencapaian swasembada tahun 2010.
LANGKAH STRATEGIS

Beberapa langkah strategis untuk mencapai sasaran di atas adalah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas padi, jagung, kedelai, tebu dan sapi potong.
  2. Merenovasi dan memperluas infrastruktur fisik dengan merehabilitasi jaringan irigasi lama dan membangun jaringan irigasi baru untuk pengembangan lahan sawah di luar Jawa serta membuka lahan pertanian baru, khususnya lahan kering di Luar Jawa.
  3. Menahan laju konversi lahan sawah di Jawa melalui penetapan ”lahan abadi” untuk usaha pertanian.
  4. Mempercepat penemuan teknologi benih/bibit unggul untuk peningkatan produktivitas, teknologi panen untuk mengurangi kehilangan hasil, dan teknologi pasca panen serta pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah.
  5. Mempercepat pembentukan teknologi spesifik lokasi kelima komoditas tersebut untuk meningkatkan daya saingnya.
  6. Membangun sistem perbenihan/pembibitan untuk kelima komoditas tersebut.
  7. Memberikan subsidi sarana produksi untuk usaha primer sekaligus memberikan proteksi kepada kelima komoditas tersebut.
  8. Merevitalisasi sistem penyuluhan dan kelembagan petani untuk mempercepat difusi adopsi teknologi yang mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani.
  9. Mengembangkan sistem pemasaran hasil pertanian yang mampu mendistribusikan produk dan return/keuntungan secara efisien dan adil.
  10. Mengembangkan sistem pembiayaan pertanian, termasuk keuangan mikro pedesaan untuk meningkatkan aksesibilitas petani atas sumber permodalan/pembiayaan pertanian.
  11. Memberikan insentif berinvestasi di sektor pertanian, khususnya di luar Jawa, termasuk menyederhanakan proses perizinan investasi di sektor pertanian.
  12. Memperjuangkan komoditas padi, jagung, kedelai dan tebu sebagai komoditas strategis (SP) dalam perundingan W.T.O.
(Sumber : Buiku Road Map 5 Komoditas, Balitbang Pertanian Deptan, 2005)


Melihat program di atas, pemerintah telah banyak mengupayakan berbagai program untuk mewujudkannya. Tahun 2008 merupakan satu bukti keberhasilan dengan swasembada beras, tahun 2009 ini tampaknya swasembada tersebut masih dapat bertahan. Menyusul jagung dan kedelai pada tahun 2010 nanti, apakah akan tercapai ? Nampaknya untuk jagung tidak terlalu sulit, hal ini nampak dari perkembangan pemanfaatan lahan-lahan tadah hujan maupun lahan beririgasi terbatas dengan polatanam padi-jagung-jagung yang didukung dengan teknologi pengembangan dan penggunaan varietas unggul. Yang masih agak sulit adalah kedelai, walaupun intensitas penelitian kedelai nampaknya sangat berkembang. Tebu masih terkendala pada tingkat rendemen yang rendah di tingkat tebu rakyat yang mengakibatkan nilai pendapatan petani tebu masih rendah. Selain itu, perkembangan tebu yang dikelola swasta masih nampak cenderung "merebut" lahan padi sawah karena menginginkan keterjaminan air irigasi. Sementara pemenuhan daging sapi lokal cukup berkembang dengan berbagai program bantuan bibit dan pengawasan kesehatan ternak.


Semoga Indonesia terus berjaya memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. Kita lihat saja perkembangan program ketahanan pangan ini dan rencana program selanjutnya.

Link terkait Ketahanan Pangan :
  1. Badan Ketahanan Pangan -Deptan
  2. Pembangunan Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu II
  3. Meningkatkan Ketahanan Pangan di Perdesaan
  4. Wapres Minta Ketahanan Pangan Ditangani Serius
  5. Diversifikasi Kunci Ketahanan Pangan
  6. Presiden Akan Rilis Perpres Kebijakan Pangan
.
.

Tidak ada komentar: