Laman

Minggu, 14 Maret 2010

Pertumbuhan dan Hasil Padi SRI

Bagi yang belum melihat hasil budidaya padi SRI (System of Rice Intensification), pertumbuhan awal nampak lebih kecil atau lambat dibanding dengan cara budidaya konvensional. Hal ini bisa dimaklumi karena pada metode SRI, bibit yang ditanam adalah bibit muda (5 - 10 hari) sehingga membutuhkan waktu penyesuaian lingkungan yang lebih lama, selain itu faktor pemberian air secara intermitten (terputus-putus) membuat pertumbuhan awal lebih tertekan. Hal ini berlangsung sampai umur sekitar 60 hari, dimana tinggi tanaman baru bisa menyamai tinggi tanaman padi dengan metode konvensional.

Akan tetapi, berbeda dengan tinggi tanaman, jumlah anakan dengan metode SRI melampaui jumlah anakan metode konvensional pada umur 30 hari setelah tanam. Rupanya, pengeringan lahan berpengaruh lebih baik pada perkembangan anakan daripada pertumbuhan tinggi tanaman.




Suatu kondisi yang ekstrim, di Lombok Tengah pada musim kemarau, dimana ketersediaan air irigasi hanya bisa digilir selama sebualn sekali, pertanaman padi metode SRI masih bisa bertahan dan memberikan hasil 2 kali lipat dibanding metode konvensional (5,58 t/ha berbanding 2,61 t/ha). Rupanya, sistem pemberian air terputus sejak dini menyebabkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan menjadi lebih tinggi.

Hasil yang dicapai dengan metode SRI selalu lebih tinggi di setiap tempat percobaan daripada metode konvensional. Semua kriteria pertumbuhan dan produksi padi metode SRI lebih unggul dibanding dengan metode konvensional yang ditanam pada waktu bersamaan. Secara keseluruhan, produktifitas padi SRI 50% sampai lebih dari 100% lebih tinggi dibanding produktifitas metode konvensional (semakin kritis kondisi lingkungan, semakin tinggi perbedaan hasilnya).

Suatu pengamatan di Jurang Sate dan Jurang Batu Lombok Tengah (DISIMP - 2005) menghasilkan data pengamatan sebagai berikut :

Sumber dokumentasi : Panduan SRI, DISIMP - Nippon Koei, 2006

Tidak ada komentar: