Mari kita lihat terlebih dahulu beberapa keistimewaan sistem SRI ini bagi pengembangan budidaya padi sawah :
- SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit, yaitu 5 sampai 10 kg per-hektar yang berbanding 40 - 60 kg pada sistem konvensional. Hal ini akan mendorong petani untuk menggunakan benih padi unggul bersertifikat karena tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk membelinya.
- Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan meningkat dengan tingkat B/C ratio (perbandingan nilai hasil terhadap biaya) yang lebih baik dibanding sistem konvensional. Hal ini jelas akan meningkatkan pendapatan petani.
- Sistem pengairan yang intermitten / terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah, baik fisik, kimia maupun biologi. Hal ini dapat dipercepat apabila pemupukannya menggunakan pupuk organik. Beberapa artikel penelitian membuktikan bahwa kandungan mikro organisme pada tanah yang ditanami padi SRI mengalami peningkatan kualitas. Tentu saja harus diperhatikan pula proses pengembalian serasah padi pada tanah asalnya.
- Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi. Dengan demikian SRI sangat menunjang program ekstensifikasi areal irigasi yang merupakan sumber utama ketahanan pangan (terutama beras). Sampai saat ini, areal irigasi yang ada masih banyak yang belum mampu mengairi padi 100% pada musim tanam kedua (kemarau).
- Metoda penanaman dengan bibit muda dan hanya satu bibit pertitik tanam dianggap masih merepotkan bagi petani. Hal ini terutama dialami pada daerah-daerah yang kekurangan buruh tani. Biasanya daerah seperti ini adalah daerah yang berada tidak jauh dari perkotaan karena banyak buruh tani yang bekerja sambilan di kota sebagai tukang atau buruh industri, atau juga di daerah yang terpencil dimana jumlah penduduk masih kurang. Selain itu, banyak pula daerah yang buruh taninya merupakan pendatang musiman yang belum familier dengan SRI sehingga hasil tanamnya kurang baik. Hal ini tentunya membutuhkan pembinaan yang lebih cermat.
- Petani yang baru pertama kali melaksanakan SRI banyak yang mengeluhkan pertumbuhan gulma yang jauh lebih banyak dibanding dengan sistem konvensional. Hal ini dapat dimengerti karena pengeringan akan mendorong benih gulma tumbuh dengan leluasa (pada jenis gulma yang berkembang melalui biji atau umbi). Oleh karena itu pengembangan SRI perlu disertai dengan pembinaan pengendalian gulma yang baik (pada pelaksanaan demplot SRI sangat disarankan utuk menggunakan lalandak dalam mengendalikan gulma).
- SRI masih menyebakan kebingunan dalam sistem pembagian air karena belum adanya panduan yang pasti mengenai hal ini. Dalam hal perencanaan, operasional irigasi dengan SRI belum mempunyai angka dasar hidrologi yang baku, sehingga para ahli hidrologi masih belum dapat merencanakan sistem pembagian air yang ideal. Penelitian akan hal ini sangat diperlukan guna mendapatkan angka koefisien yang baku. Pembagian air irigasi dalam SRI juga sangat menuntut sistem pertanaman serempak, terutama pada satu petak tersier yang sama. Dilain pihak, sistem pertanaman serempak ini sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal sekalipun pada sistem konvensional.
- Selain SRI, sistem Jajar Legowo yang dikombinasikan dengan pupuk organik dan juga padi Hibrida yang menggunakan sistem pengairan konvensional yang juga memberikan hasil produksi yang relatif sama, menjadi pesaing utama bagi pengembangan SRI.
.
8 komentar:
mantabs infonya..trims
(http://tric06.student.ipb.ac.id)
nice info :)
Thanks yak...!
http://ekos06.student.ipb.ac.id/
wow..makasih infonya,,lanjutkan
http://indyastaric06.student.ipb.ac.id
Terimakasih atas tanggapannya.
yang jadi kendala adalah besarnya biaya menyiangi gulma
makasi buat infonya
Saudara alvaneta, terimakasih tanggapannya. Masalah pengendalian gulma dalam system SRI sangat disarankan menggunakan lalandak atau weeder untuk mengurangi jumlah tenaga yang dibutuhkan. Dengan jarangnya jarak tanam, memang dapat menyebabkan potensi pertumbuhan gulma lebih tinggi. Oleh karenanya dibutuhkan penanganan yang lebih efektif, misalnya penggunaan herbisida pratumbuh dan alat mekanis.
thanks..
mampir ya: http://brankas-everything.blogspot.com/
Posting Komentar