Laman

Rabu, 21 Oktober 2009

PEMBANGUNAN PERTANIAN DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II


Kamis, tanggal 22 Oktober 2009 lalu, susunan kabinet pemerintahan Indonesia telah ditetapkan. Ini merupakan kabinet ke-13 sejak kemerdekaan, 64 tahun lalu. Puluhan program pengembangan pertanian telah bergulir. Bimas-Inmas, Intensifikasi-Ekstensifikasi, dan sampai saat ini melalui pengembangan 10.000 desa melalui PUAP yang baru digulirkan sejak awal 2008 yang terintegrasi dalam program PNPM-Mandiri.



Dalam bidang pertanian, kemajuan apa yang telah diperoleh Indonesia selama 64 tahun merdeka ? Tentu saja, kalau dihitung banyak prestasi di bidang pertanian yang patut dibanggakan. Kita telah berhasil mencapai swasembada pangan (beras) sebanyak 2 kali, pada zaman pemerintahan Soeharto (1984) dan terakhir tahun 2008 kemarin dimana pemerintahan dikomandoi SBY dengan Kabinet Indonesia Bersatu-nya.



Apakah 2 kali swasembada beras merupakan prestasi yang luar biasa dalam pembangunan pertanian secara keseluruhan ? Mari kita tanyakan pada para petani gurem kita yang jumlahnya masih puluhan juta orang. Bagaimana kesejahteraan mereka ? Mungkin pendapatan mereka bertambah secara finansial, tapi secara ekonomi jelas mereka semakin terpuruk dengan peningkatan kebutuhan hidup yang jauh lebih cepat beranjak daripada peningkatan pendapatan mereka. Sudah triliunan rupiah dana yang dikeluarkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui Departemen Pertanian maupun PU. Bahkan tragisnya, dana sebesar itu sebagian besar berasal dari pinjaman luar negeri yang harus dibayar dari pendapatan negara atau lebih jelasnya oleh seluruh rakyat Indonesia.



Ada apa sebenarnya dengan program pembangunan pertanian kita ? Ada beberapa hal mendasar yang sangat ”mengganggu” percepatan pembangunan pertanian yang secara umum juga berlaku bagi pembangunan sektor lainnya, yaitu :


  1. Budaya korupsi yang ”terlalu” besar yang sangat tidak seimbang dengan kualitas pembangunan itu sendiri. Bagaimanapun juga, korupsi mustahil untuk diberantas. Akan tetapi apabila sangat berpengaruh terhadap kualitas kinerja proyek-proyek pembangunan, maka korupsi itu merupakan virus yang sangat mematikan. Budaya korupsi juga telah mematikan moral para pelaku pembangunan, mulai dari tingkat pengambil kebijakan sampai kepada tingkat pelaksana di lapangan.
  2. Lemahnya koordinasi antar departemen, antar instansi, dinas, sampai satuan kerja menyebabkan putusnya program, pembengkakan anggaran, dan akhirnya menghilangkan manfaat dari program yang dijalankan. Hasil-hasil penelitian banyak yang terkubur sehingga tidak berkelanjutan, apalagi dimanfaatkan dalam bentuk aplikasi inovasi di tingkat lapangan. Salah satu penyebab dari lemahnya koordinasi ini, selain moral korup yang sangat rawan, juga terkait dengan lemahnya quality control system yang dijalankan sebagai salah satu komponen manajemen yang paling penting. Apakah ini sengaja dibuat seperti itu untuk memudahkan perilaku korupsi atau karena kemampuan yang memang terbatas ?
  3. SDM ? Terlalu banyak SDM dengan titel pendidikan yang "terlalu" tinggi untuk dikatakan lemah. Namun apabila kita lihat produk yang dihasilkannya ternyata banyak sekali yang "tidak dapat diterapkan" di tingkat lapangan. Masih terlalu banyak laporan kerja yang bersifat "ABS = Asal Bapak Senang" (istilah jaman Pak Harto yang sekarang sudah jarang digunakan lagi) dengan data marked up. Laporan ABS inilah yang secara langsung telah "menipu" para penentu kebijakan yang dengan "senang hati" menerima laporan seperti ini, sehingga feedback-nya mengeluarkan kebijakan yang jauh dari harapan masyarakat. Penyebabnya ? Korupsi dan lemahnya quality control dan disertai dengan sistem pendidikan yang terlalu mudah bagi para pegawai pemerintah untuk mendapatkan titel.


Lantas bagaimana dengan rpogram pembangunan pada era Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II nanti ? Pada jilid I dengan komando Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS. yang memiliki keakhlian Kimia Pangan, selama 5 tahun Departemen Pertanian berjuang untuk mewujudkan swasembada pangan yang akhirnya tercapai pada tahun ke-4 (2008). Lantas bagaimana manufer yang akan dilakukan oleh komando baru pada jilid II ini ? Dengan komando baru yang berasal dari partai yang sama, Ir. Suswono, M.MA, pembangunan pertanian akan dilaksanakan dengan pola yang "mirip" dengan pendahulunya, terutama dalam rangka mempertahankan swasembada pangan.


Ada 10 poin yang diminta oleh SBY kepada mentan baru, yaitu :



  1. Setiap daerah mempunyai keunggulan masing-masing. Keunggulan tersebut diharapkan dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional (inisiasi lokal).

  1. Di samping itu, Deptan juga diharapkan dapat mempertahankan swasembada beras nasional. Caranya yakni dengan meningkatkan produksi beras.

  1. Saat ini rata-rata produksi beras dalam negeri 5 ton per hektar. Ke depan diharapkan setiap hektar mampu menghasilkan sedikitnya 10 ton.

  1. SBY juga berharap Deptan dapat memperbaiki infrastruktur pertanian, agar sektor ini dapat terus menggeliat serta menjadi pelaku utama pembangunan nasional.

  1. Berikutnya, Deptan diharapkan mampu meningkatkan nilai tukar petani, agar kesejahteraan petani mengalami peningkatan.

  1. Selanjutnya, Deptan diminta untuk membuat kebijakan yang melindungi petani dengan cara mewujudkan subsidi untuk pelaku usaha pertanian.

  1. "Presiden juga berharap agar ekspor dan impor tidak merugikan petani," katanya.

  1. Lemahnya produksi peternakan nasional juga mendapatkan perhatian khusus dari SBY. "Produksi peternakan harus digenjot," katanya.

  1. Yudhoyono juga mengharapkan agar Deptan mampu meningkatkan kerja sama dengan negara-negara sahabat atas dasar saling menguntungkan. Harapan terakhir SBY terhadap Deptan yaitu terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik

  1. Melanjutkan Dan Mengevaluasi (program yang sudah berjalan ?)


Sangat mulia poin-poin pokok di atas. Akan tetapi apakah itu semua termasuk perbaikan sistem dalam lingkup internal departemen sendiri ? Mampukah swasembada pangan dipertahankan selama 5 tahun mendatang ?


Mari kita tengok kembali program pertanian pada era Kabinet Indonesia Bersatu jilid II ini setelah 100 hari kerja pak Suswono.

Senin, 19 Oktober 2009

FOOD EXPO - Jogjakarta, Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional melalui pengembangan industri makanan ??


Beberapa saat yang lalu, tepatnya pada tanggal 12-15 Oktober 2009, dalam rangka Peringantan Hari Pangan Sedunia XXIX tahun 2009 telah dilaksanakan Food Expo atau Festival Makanan bertempat di Lapangan Siwa Kompleks Candi Prambanan Yogyakarta. Penyelenggara expo ini adalah Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan Penyuluhan (BKPP) Prov DIY selaku pelaksana teknis.



Festival yang mengambil tema ” Achieving Food Security in Times of Crisis” atau “Memantapkan Ketahanan Pangan Nasional Mengantisipasi Krisis Global” ini dibuka langsung oleh Menteri Pertanian DR. Anton Apriyantono dengan dihadiri oleh kalangan pejabat tinggi, kepala daerah, tokoh masyarakat, dan juga para undangan dari negara sahabat.



Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ditentukan bertepatan dengan tanggal didirikannya FAO (Food and Agriculture Organization) yaitu tgl 16 Oktober. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian masyarakat Internasional akan pentingnya penanganan masalah pangan. Peringatan HPS sekaligus juga untuk memperkokoh solidaritas antar bangsa dalam usaha dalam memberantas kekurangan pangan dan gizi yang masih dialami sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara2 berkembang.























Bagi kepentingan nasional, event ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penanganan masalah pangan baik tingkat global, regional, dan nasional, serta meningkatkan apresiasi masyarakat dan membangun kesadaran masyarakat akan arti pentingnya ketahanan pangan.

Hampir semua daerah propinsi di Indonesia mengirimkan delegasinya dalam pameran ini. Materi pameran menampilkan bahan makanan yang potensial dari daerah masing-masing dalam aneka ragam bentuk pengolahannya. Hasil laut seperti kepiting, udang, dan ikan dari Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, dan berbagai macam olahan jagung, singkong, sagu, dan um
bi-umbian.


Seperti pameran lainnya, saat pembukaan banyak sekali pengunjung yang sebagian besar merupakan undangan. Hari kedua dan seterusnya, jumlah pengunjung tidak sebanyak hari pertama, tapi masih lumayan ramai. Hal yang banyak menarik perhatian pengunjung adalah olahan makanan khas dari tiap daerah yang disajikan secara artistik di meja pameran. Kesannya jadi mewah malah, agak menyembunyikan ke-tradisionalannya. Bagi kita orang Indonesia, walaupun tampak menarik, jenis makanan yang ditampilkan merupakan makanan olehan yang mudah didapatkan, kecuali beberapa yang memang belum menasional. Beberapa delegasi malah menampilkan jenis olahan yang berkesan eropa walaupun mungkin bahan dasarnya merupakan bahan spesifik lokal.











Apa hubungannya expo seperti ini dengan ketahanan pangan ? Apa ini hanya sekedar eksibisi, biar dilihat dunia internasional bahwa Indonesia sangat memperhatikan masalah ketahanan pangan, agar aliran utang proyek pertanian bisa lebih lancar ? Saya kira masalahnya bukan seperti itu. Memang bahwa expo-expo yang sering diadakan lebih berkesan pada hanya sekedar festival. Tiap delegasi daerah saling "menyombongkan diri" bahwa daerahnya telah sukses mengembangkan suatu produk yang unik dan bernilai. Tapi seringkali mereka juga lupa bahwa ajang seperti ini tujuan utamanya adalah promosi. Lihatlah kenyataan teman-teman kita yang pulang dari luar negeri. Mereka sering bawa oleh-oleh berupa makanan atau panganan khas dari negara yang dikunjungi atau lihatlah KFC yang sukses memasarkan "ayam goreng" ke seluruh dunia.



Promosi ? Tentu saja ! Buat apa mengeluarkan dana yang tidak sedikit bila tujuan promosi tidak dapat dicapai ? Masalahnya ? Peserta sering lupa atau sengaja tidak mengindahkan bahwa promosi harus didukung dengan kapasitas yang kuat dan memadai, mempersiapkan diri bila pesanan disodorkan padanya. Seringkali event seperti ini menghasilkan transaksi yang tidak sedikit, termasuk yang yerjadi dalam Food Expo kali ini. Tapi seringkali juga bahwa transaksi tersebut tidak dapat dilaksanakan paska Expo. Kenapa ? Ternyata delegasi yang mewakili produsen tidak dapat memenuhi quota pesanan yang diminta !! CELAKA !




Akhirnya event yang dibiayai dengan dana masyarakat yang tidak sedikit ini menjadi sia-sia. Jadi, apa yang masih bisa dihasilkan ? Paling tidak masyarakat umum terutama golongan pengusaha mendapatkan ide dalam pengembangan industri makanan di negeri ini. Itupun tergantung sebesar apa pengusaha kita mau terjun kedalam industri makanan yang dipamerkan tersebut.




Mudah-mudahan Expo kita kali ini bukanlah pesta rakyat. Kita Tunggu Expo sejenis tahun depan (di Bali?).




Narasumber
:




Endang Wahyuningsih.

Jumat, 16 Oktober 2009

Daun Sirsak Pembunuh Sel-Sel Kanker

Tahu sirsak kan ? Pohonnya tidak begitu besar, paling tinggi sekitar 5 meter. Daunnya berwarna hijau pekat dan kaku. Bunganya kuning berkelopak tebak seperti bunga cempaka. Buahnya ? Hijau berduri lembut dengan bentuk yang berbeda-beda walau dalam satu pohon dengan isi putih yang kadang agak kekuningan. Biji hitam seperti biji semangka dengan ukuran selebar kuku jari. Daging buah putih berserat lembut dengan rasa asam sampai agak manis, enak untuk dibuat sirup atau jus dengan es batu.

Tahu khasiatnya selain sebagai bahan minuman yang menyegarkan ? TERNYATA BAGIAN POHONNYA DAPAT MENYEMBUHKAN PENYAKIT KANKER !!!

Pada awal thn 90-an, ditemukan semacam ‘jamu herbal’ dari suku-suku di daerah Amazon yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit penting termasuk kanker. Setelah diteliti oleh para ahli farmasi dari AS, ternyata ramuan tersebut berasal dari daun pohon Graviola. Daun tersebut mengandung zat anti-kanker yang disebut Annonaceous Acetogenin, yang dapat membunuh sel-sel kanker tanpa mengganggu sel-sel sehat dalam tubuh manusia.

Industri farmasi tersebut mencoba mematenkan temuan’ ini, namun gagal krn bahan aktifnya murni berasal dari tumbuhan di alam yang artinya milik masyarakat umum. Karena itu, hasil penelitian ini kemudian dirahasiakan karena dikhawatir-kan dapat merugikan industri ‘chemotherapy’ yang pada saat itu merupakan alternatif terbaik untuk mengatasi penyakit kanker. Akibatnya sebuah obat anti-kanker yang sangat potensial dan murah menghilang untuk beberapa tahun sampai pada awal tahun 2000-an, salah seorang anggota tim peneliti farmasi tersebut membocorkan rahasia tersebut untuk membantu famili dekatnya yang terserang kanker.

Anggota famili tersebut sembuh dan menjadi bahan pembicaraan dokter-dokter yang merawatnya. Info ini kemudian tersebar luas dan diteliti ulang oleh para ahli farmasi/ kedokteran dari Korea dan Jepang. Hasilnya menakjubkan! Kini delapan jenis kanker sudah dapat diobati dengan daun Graviola ini.


Ternyata tanaman asli Amazon itu adalah yang dikenal oleh kita sebagai sirsak yang mempunyai nama Latin Annona muricata. Obat kanker yang mujarab ternyata tidak sulit dicari, sayangnya banyak orang yang belum tahu termasuk kalangan kedokteran yang masih menilai obat ini sebagai obat alternatif dimana penelitiannya masih berlangsung.


Konon Soursop atau Sirsak, buah dari pohon Graviola adalah pembunuh alami sel kanker yang ajaib dengan 10.000 kali lebih kuat dari pada kemoterapi.

Dari berbagai pengalaman yang sudah berhasil, dosis yang pernah dicoba adalah sebagai berikut :


· Untuk pencegahan, disarankan makan atau minum jus buah sirsak.

· Untuk penyembuhan :

10 helai daun sirsak yang telah hijau tua, direbus dengan 3 gelas air (600cc), dan dibiarkan hingga tersisa satu gelas air (200 cc). Setelah adem, lalu disaring dan diminum setiap pagi dan sore.


SETELAH MINUM, EFEKNYA BADAN TERASA PANAS MIRIP DENGAN EFEK KEMOTERAPI !!!

Akan tetapi, perlu diingat bahwa pengobatan secara herbal perlu keyakinan dan ketabahan serta kedisiplinan. Menurut pengalaman, setelah minum rutin selama 3-4 minggu efeknya baru bisa nampak. Kondisi pasien membaik, bisa beraktifitas kembali, dan setelah diperiksa lab/ dokter ternyata sel-sel kankernya mengering, sementara sel-sel lain yang tumbuh (rambut, kuku, dll) sama sekali tidak terganggu.

Dalam waktu 2 minggu, hasilnya bisa dicek ke dokter, katanya cukup berkhasiat. Daun sirsak ini katanya sifatnya seperti kemoterapi, bahkan lebih hebat lagi karena daun sirsak hanya membunuh sel sel yang tumbuh abnormal dan membiarkan sel sel yang tumbuh normal. Sedangkan kemoterapi masih ada efek membunuh juga sebagian sel sel yang normal.





Tips : Silahkan mencoba dengan ulet. Ingat bahwa pengobatan herbal umumnya tidak menimbulkan efek samping. Apabila percobaan anda memberikan hasil positif, sebarkan informasi ini untuk membantu sesama.

Rabu, 07 Oktober 2009

Pestisida Nabati








Posted by Picasa

Merugi Kok Ekspor Pupuk?


detikcom - Rabu, 7 Oktober 2009

Nasib produsen pupuk dalam negeri seperti buah simalakama, pada saat keran ekspor telah dibuka justru harga pupuk internasional berangsur turun. Di sisi lain jika tidak segera diekspor setidaknya 1 juta ton lebih pupuk menumpuk di gudang yang dipastikan kerugian sudah di depan mata.

"Justru saat harga bagus kita seharusnya ekspor, contohnya kemarin saat harga US$ 700. Sekarang harga US$ 250, hilang kesempatan kan," kata Direktur Utama PT Petrokimia Gresik Arifin Tasrif saat ditemui di sela-sela acara pemaparan road map Kadin bidang industri pengolahan di Jakarta, Selasa (6/10/2009).

Ia mengatakan dengan harga pupuk saat ini telah mencapai US$ 250 per ton, dipastikan produsen pupuk hanya mendapat margin tipis atau impas jika diekspor. Saat ini, kata dia, biaya produksi setiap ton pupuk mencapai US$ 175 per ton, itu pun harus ditambah biaya-biaya ekspor lainnya seperti perusahaan perantara ekspor dan lain-lain. Meskipun demikian ia mengatakan ekspor pupuk mau tidak mau harus dilakukan pada tahun ini karena saat ini sudah ada 1,5 juta ton pupuk menganggur. Total izin ekspor pupuk yang diizinkan oleh Departemen Perdagangan hasil rekomendasi Departemen Pertaniannya hanya mencapai 500.000 ton urea. "Tentu (harus ekspor), kan ada hampir 1,5 juta ton menganggur. Modal kerjanya bisa sekitar Rp 3 triliun lebih (semua produsen pupuk dalam negeri)," jelasnya.

Mengenai rencana ekspor pupuk tahun 2010, menurutnya sangat tergantung dengan masing-masing produsen yang tentunya sudah memiliki rencana masing-masing. Tetapi masalah izin dan kuota akan tetap ditentukan oleh pemerintah. Pihaknya Petrokimia Gresik sendiri, lanjut Arifin, memiliki kapasitas produksi urea yang sangat kecil karena bukan produsen utama urea. Pada tahun 2009 ini Petrokimia mendapat alokasi ekspor sebanyak 16 ribu ton urea, diperkirakan tahun depan sekitar 20 ribu ton. Ia mengatakan saat ini kapasitas produksi pupuk urea secara nasional mencapai 7 juta ton. Tetapi banyak pabrik pupuk yang tidak berfungsi karena masalah pasokan gas dan harga gas yang tinggi.